Monday, December 19, 2011

Serba-Serbi Natal dan Cerita Dibaliknya

Setiap tahunnya, bulan Desember selalu identik dengan perayaan Natal. Seperti sekarang ini, memasuki bulan Desember pernak-pernik Natal sudah menghiasi berbagai pusat perbelanjaan. Pohon cemara, lampu warna-warni, hiasan Natal, sinterklas, kado Natal, hingga hamparan salju buatan. Lantunan lagu-lagu Natal seperti O Holy Night juga menambah syahdunya suasana Natal. Bagi umat Kristiani, perayaan untuk memperingati hari kelahiran Tuhan Yesus, Sang Juruselamat ini sangatlah dinantikan. Begitu pun dengan saya, sejak awal Desember kemarin, rumah kami sudah dihiasi dengan pohon natal dan segala pernak-perniknya.
Mungkin banyak di antara kita yang belum tahu bahwa di balik semua pernak pernik dan tradisi Natal yang ada, ternyata ada sejarah atau legenda yang melatar belakanginya sehingga dapat menjadi ciri khas Natal sampai sekarang.

Pohon Cemara

Ada beberapa legenda yang beredar mengenai sejarah pohon Natal. Tapi yang paling populer adalah kisah dari Santo Bonifasius, seorang penginjil dari Inggris yang menyebarkan agama Kristen di Prancis dan Jerman pada tahun 700-an. Suatu hari, Santo Bonifasius melihat sekelompok orang mengikat seorang anak di pohon oak untuk dipersembahkan kepada Thor, dewa sembahan mereka. Demi menghentikannya dan menyelamatkan anak tersebut, Santo Bonifasius merobohkan batang pohon tersebut dengan tangannya sampai terbelah. Ajaibnya, di belahan pohon oak tersebut tumbuhlah pohon cemara. Sejak kejadian itu, Santo Bonifasius memperlihatkan kepada orang-orang bahwa pohon cemara adalah tanda dari sorga dan pohon yang kudus. Lalu Santo Bonifasius memerintahkan mereka untuk membawa pohon cemara ke dalam rumah dan menghiasinya dengan kado-kado.
Pohon cemara sendiri dianggap sebagai simbol hidup kekal karena daun pohon cemara selalu berwarna hijau di saat hampir semua pohon akan rontok daunnya saat musim salju. Hal ini pun melambangkan agar kehidupan rohani kita selalu bertumbuh dan menjadi berkat bagi orang lain. Pemasangan pohon Natal pertama resmi dicatat di Strasbourg, Jerman pada abad ke-16. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini menyebar ke Amerika sampai hampir ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.


Santa Claus (Sinterklas)
 
Tokoh Santa Claus berasal dari cerita rakyat Eropa yang bernama Nikolas, lahir sekitar 280 M di Patara dekat Myra (Demre) yang terletak di negara Turki. Konon, bayi Nikolas sudah melakukan puasa setiap hari Rabu dan Jumat, seperti yang sering dilakukan hamba Tuhan pada zaman itu. Di hari-hari tersebut bayi Nikolas tidak mau minum air susu ibunya. Nikolas ditahbiskan menjadi pastor pada usia 18 tahun dan kemudian diangkat menjadi uskup karena sifat belas kasihnya pada fakir miskin.
Menurut legenda, saat Nikolas mengadakan perjalanan ke tanah suci, kapalnya dilanda angin ribut yang menyebabkan patahnya salah satu tiang layar dan menimpa kepala seorang kelasi kapal sehingga tewas di tempat. Dengan doanya, Nikolas berhasil meredakan angin ribut dan bahkan menghidupkan kembali kelasi yang sudah meninggal itu. Sejak saat itu, Nikolas dianggap sebagai santo pelindung para pelaut dan kapal dagang. Kepercayaan ini terus berkembang dan menguat sampai ke para pelaut dari Yunani dan Italia di zaman itu. Akhirnya pada 9 Mei 1087, para pemilik kapal dari Italia mengambil semua tulang dan sisa tubuh Nikolas di Turki untuk dipindahkan ke Italia dan menjadikan 9 Mei sebagai hari St. Nicolaas, pelindung para pelaut oleh orang Italia.
Lalu mengapa Santa Claus terkenal dengan kebaikan hatinya membagikan kado Natal kepada anak-anak? Ini berasal dari kepercayaan orang Italia dengan cerita seorang nenek sihir bernama Befana yang mendapat tugas dari malaikat untuk memberi kado pada bayi Yesus saat Tuhan Yesus lahir, seperti yang dilkukan orang Majus. Karena teledor, ia terlambat dan dihukum untuk memberikan hadiah pada sebanyak mungkin anak kecil , terutama kepada mereka yang tidak mampu. Akhirnya para pemuka agama Italia mengambil keputusan untuk mengalihkan cerita tersebut kepada Santa Claus.

Rudolf, Si Rusa Berhidung Merah
 
Cerita tentang Rudolph the Red-Nosed Reindeer dibuat oleh Robert May pada tahun 1939 dalam rangka mempromosikan department store Montgomery Ward tempat ia bekerja. Rudolf adalah rusa kesembilan dan berada paling depan di antara kawanan rusa lainnya karena hidungnya dapat bersinar dan menerangi jalan Santa Claus agar tidak tersesat di tengah cuaca buruk.
Di tahun 1949, Gene Autry menyanyikan lagu Rudolph the Red-Nosed Reindeer dan menjadi best seller. Sejak saat itu, Rudolf dikenal sebagai rusa yang selalu setia menemani Santa Claus


Kaus Kaki Natal
 
Sama dengan kisah Santa Claus, tradisi menggantung kaus kaki Natal ini berawal dari cerita Nikolas yang terkenal dengan ketulusan hati dan belas kasihnya, terutama pada rakyat miskin. Suatu kali saat hari Natal, Nikolas telah mendengar bahwa seorang bapak di desanya tidak memiliki mahar padahal anak gadisnya ingin menikah. Pada zaman itu, ada aturan jika seorang gadis ingin menikah, ayahnya harus memiliki mahar untuk diberikan kepada calon mempelai laki-laki dan keluarganya. Jika tidak, anak gadis mereka tidak akan pernah bisa menikah. Secara rahasia, Nikolas masuk ke dalam rumah bapak tersebut lewat cerobong asap saat seisi rumah sudah tidur untuk memberikan uang agar bisa dibelikan mahar. Nikolas melihat ada kaus kaki yang sedang digantung di dekat perapian dan akhirnya menaruh uangnya disana.
Dari sinilah kemudian muncul tradisi menggantung kaus kaki. Walaupun Nikolas tidak seperti Santa Claus yang dikenal sekarang, berbadan gemuk dan berjenggot putih tebal karena hampir dipastikan dia memiliki kulit coklat dan memakai pakaian kependetaan abad ketiga, kebaikannya masih tetap diingat sampai sekarang. Anak-anak di beberapa negara terus melakukan tradisi ini dan percaya kalau Santa Claus akan mengisi kaus kakinya dengan berbagai macam hadiah, seperti permen, uang logam, mainan, dan hadiah kecil lainnya.
  
Lilin Natal
 
Awalnya, lilin digunakan oleh orang Roma saat merayakan perayaan Saturnalia yang dimulai sejak tanggal 17 Desember dan berakhir pada 25 Desember. Lilin yang lancip ujungnya dan panjang diberikan sebagai hadiah untuk para tamu dan kemudian dipersembahkan kepada Saturn (dewa matahari) sebagai simbol dari cahayanya dan ucapan selamat jalan untuk musim yang sudah lewat, sebagaimana menyambut musim-musim yang akan datang. Namun, seiring penyebaran agama Kristen, lilin-lilin kemudian diletakkan di depan jendela untuk menuntun bayi Yesus sebagaimana Dia berkeliilng dari rumah ke rumah di hari Natal.
Para era kemenangan, sinar lilin merupakan gambaran tentang kedatangan Yesus yang menerangi dunia yang gelap (Yohanes 1:1-18). Batang lilin yang terbakar menggambarkan pengorbanan Yesus yang seharusnya menjadi teladan agar setiap orang mau berkorban bagi orang lain. Sekarang ini lilin-lilin menjadi sangat populer saat perayaan Natal. Baik sebagai dekorasi sampai kegiatan penyalaan lilin Natal di gereja sambil diiringi lagu Silent Night (Malam Kudus).

Lonceng Natal
 
Pada zaman dahulu, di negara-negara tertentu, masyarakatnya percaya bahwa lonceng bisa digunakan untuk mengusir roh jahat. Mereka berpikir bahwa roh-roh jahat akan datang pada musim dingin sehingga selama hari-hari gelap sesudah hasil panen atau berburu, mereka mengadakan perayaan dengan membuat suara-suara gaduh agar sesuatu yang jahat tidak menimpa mereka, salah satunya adalah dengan membunyikan lonceng. Tradisi ini kemudian terbawa sampai perayaan Natal. Namun, bukan untuk mengusir hal-hal jahat melainkan untuk merayakan sesuatu yang menggembirakan.
Di beberapa gereja yang memiliki lonceng seringkali membunyikan loncengnya saat sesuatu yang penting terjadi, misalnya perayaan kelahiran Yesus Kristus.

Candy Cane (Permen Tongkat)
 
Belum dapat dinyatakan apakah kisah permen tongkat ini sebatas dongeng atau benar-benar terjadi, tapi beginilah ceritanya. Berawal dari ide pemimpin paduan suara di Cologne Cathedral yang merasa kesulitan untuk mendiamkan anak-anak yang ribut di gereja saat ibadah berlangsung. Si pemimpin paduan suara ini mendapat ide untuk memberikan anak-anak permen berbetuk batang yang mebutuhkan waktu cukup lama untuk menghabiskannya sehingga mereka pun bisa diam untuk sementara waktu. Si pemimpin paduan suara meminta pembuat permen untuk membengkokkan ujungnya supaya terlihat seperti tongkat dengan tujuan untuk mengingatkan anak-anak tentang para gembala yang memegang tongkat saat kelahiran Yesus.
Permen tongkat ini kemudian menjadi hiasan Natal karena di tahun 1847, imigran Jerman-Swedia di Wooster, Ohio meletakkan permen tongkat pada pohon Natal mereka dan tidak berapa lama banyak yang mengikutinya. Banyak orang yang bilang garis-garis putih pada permen tongkat mewakili kesucian Tuhan Yesus Kristus, sedangkan yang merah adalah luka-luka yang Dia derita demi menyelamatkan umat manusia. Sementara bentuknya yang seperti huruf “J” ditujukan untuk “Jesus” (Yesus).
Menyambut perayaan Natal tidak hanya sekedar menghias rumah dengan hiasan Natal atau berbelanja berbagai keperluan baru, yang terpenting adalah hati dan sikap kita akan makna Natal itu sendiri dan selalu ingat akan kasih dan pengorbanan Yesus bagi kita semua.






About

Always read, and you can found something in this world
Designed By Seo